Selasa, 28 Oktober 2008

Banyak Dokter Sedang Berebut Satu Kue Yang Sama.


Dokter…dokter…dan dokter…, profesi yang satu ini masih dianggab sebagai salah satu profesi yang elegan dan sudah jelas memiliki masa depan yang cerah, itu anggapan sebagian banyak orang, termasuk saya.
“menikah dengan seorang dokter..?” wahhh pasti merupakan sebuah keberuntungan besar untuk si calon istri atau pun si calon suami, bagaimana tidak..? pada kenyataanya, profesi dokter selalu menjanjikan banyak peluang dan kesempatan, tak hanya dari sisi materi yang dapat diperoleh dengan lebih dari cukup, melainkan juga dengan nilai keberadaanya yang akan selalu dibutuhkan dimanapun dan kapanpun, cukup membanggakan bukan?
karena orang sakit tak akan pernah habis, begitu pula dengan variasi penyakit yang tumbuh subur di Indonesia. Dua hal tersebut menjadi sebuah peluang yang luar biasa.

Seorang Dokter dapat hidup mumpuni dari jasa orang2 sakit yang bersedia berobat kepadanya, mereka mengais rejeki dari sekali resep yang ia tulis dengan gaya tulisannya yang kebanyakan mirip seperti coretan, belum lagi ketika mereka berhasil mempromosikan obat2an milik perusahaan besar yang kebanyakan import kedalam resep yang ia tuliskan untuk si pasien. Sehingga menyebabkan obat generik miliki pemerintah tak laku.
Sudah barang tentu dalam waktu sekejap, sebuah mobil baru sudah bisa masuk ke dalam garasi rumah, atau bahkan dalam waktu sekejab bisa masuk ke dalam rumah baru untuk yang kesekian kalinya.

tampaknya sangat indah dan menggiyurkan, bagi sebagian dokter berdalih, bahwa apa yang telah mereka dapatkan sesuai dengan tenaga, waktu, dan modal yang sudah mereka pertaruhkan selama 7 tahun lamanya. “ usaha keras, harus berbuah manis”.
namun apakah hanya sampai disitu saja keinginan mereka, setelah balik modal, kemudian menumpuk modal?...

di lain hal, salah satu permasalahan di Indonesia adalah sentralisasi tenaga medis ke daerah- daerah terpencil di Indonesia, sebut saja NTT atau Papua.
telah lebih dari 5 tahun lamanya, penduduk kawasan terpencil di luar jawa tersebut haus akan pelayanan kesehatan yang semestinya layak mereka dapatkan dari para sejawat kedokteran yang nyatanya telah nyaman hidup di tengah kota yang berkembang.

Pemerintah memang belum sepenuhnya dapat mengatasi permasalahan ini, pendanaan menjadi salah satu faktor utama keterlambatan mereka dalam mengatasi problem satu ini.
untuk dapat mendukung sentralisasi tenaga medis ke pelosok membutuhkan dana yang tidak sedikit, belum lagi untuk menjamin kehidupan para tenaga medis selama mengabdi disana.. pemerintah sekalipun masih angkat tangan mengenai urusan tersebut.

bekerja dan membuka praktek di daerah terpelosok di rasa sangat merepotkan, disana….ketersediaan fasilitas pengobatan sangat tidak lengkap, belum lagi factor transportasi yang sulit dijangkau, sinyal untuk telpon sekalipun kadang susah-susah gampang, jauh dari pusat perbelajaan, ataupun bioskop, jauh dari keluarga dan ada banyak faktor lain yang tidak bisa mereka dapatkan dibandingkan dengan keadaan mereka saat bekerja di tengah kota yang berkembang.

so, hampir kebanyakan dokter sedang merebutkan satu kue yang sama, adalah tengah kota yang berkembang dan memiliki banyak peluang, ditengah kota kehidupan sosialnya dianggab lebih seimbang, dan akan selalu menjadi lahan basah untuk mengembangkan kemampuan medisnya, padahal setiap beberapa tahun sekali dokter2 baru banyak bermunculan , dan bila kebanyakan dari mereka memiliki paradigm yang sama, “bahwa mereka akan menjadi dokter yang sukses ditengah kota”.
maka tidak menutup kemungkinan aksi saling berebut lahan rejeki di tengah kota akan terjadi, mengingat telah banyak berdiri rumah sakit, menjamurnya jasa dokter praktek, dokter spesialis, dan padatnya salon kecantikan hasil lisensi dengan dokter kulit, dsb.

kalaupun ada dokter yang bersedia bekerja di luar pulau jumlahnya satu banding seribu, dan belum banyak dokter yang berani menunjukkan dedikasinya sampai sejauh itu.
Padahal kalau saja mereka mau mencermati dan lebih bersabar, justru peluang besar itu terletak di daerah-daerah kecil yang terisolir, disana naluri kedokteran mereka akan dirasa lebih bermakna sebagaimana sejatinya seorang dokter adalah menjadi malaikat- malaikat kecil bagi orang2 yang amat sangat membutuhkan kehadirannya.
but what ever, dimana-mana masalah itu sama saja membingungkan, semua itu tergantung dari sisi mana kita memaknainya.
(fy)

Rabu, 29 Agustus 2007

Melihat Ketika Dia Tidur..........

Pernahkah anda menatap orang-orang yang anda sayang saat mereka sedang tidur? Kalau belum, cubalah sekali saja menatap mereka saat sedang tidur. Saat itu yang tampak adalah ekspresi paling wajar dan paling jujur dari seseorang. Seorang artis yang ketika di panggung begitu cantik dan gemerlap pun akan tampak polos dan jauh berbeza jika ia sedang tidur.
Orang paling kejam di dunia pun jika ia sudah tidur tak akan tampak wajah bengisnya.
Perhatikanlah ayah anda saat beliau sedang tidur.
Sadarilah, betapa badan yang dulu kuat dan gagah itu kini semakin tua dan lemah, betapa rambut-rambut putih mulai menghiasi kepalanya, betapa kerut merut mulai terpahat di wajahnya. Orang inilah yang tiap hari bekerja keras untuk kesejahteraan kita, anak-anaknya. Orang inilah, rela melakukan apa saja asal perut kita kenyang dan pendidikan kita lancar. Sekarang, beralihlah. …
Lihatlah ibu anda….
Hmm… kulitnya mulai keriput dan tangan yang dulu halus membelai - belai tubuh bayi kita itu kini kasar kerana menempuhi kehidupan yang mencabar demi kita. Orang inilah yang tiap hari menguruskan keperluan kita. Orang inilah yang paling rajin mengingatkan dan membebeli kita semata- mata kerana rasa kasih dan sayang, dan sayangnya, itu sering kita salah ertikan.
Cubalah menatap wajah orang-orang yang kita cintai.. sayangi itu…
Ayah, Ibu, Suami, Isteri, Kakak, Adik, Anak, Sahabat, Semuanya…
Rasakanlah sensasi yang timbul sesudahnya. Rasakanlah energi cinta yang mengalir perlahan-lahan saat menatap wajah mereka yang terlelap itu. Rasakanlah getaran cinta yang mengalir deras ketika mengingat betapa banyaknya pengorbanan yang telah dilakukan orang-orang itu untuk kebahagiaan anda. Pengorbanan yang kadang-kadang tertutupi oleh salah faham kecil yang entah kenapa selalu saja nampak besar.
Secara ajaib Tuhan mengatur agar pengorbanan itu akan tampak lagi melalui wajah-wajah jujur mereka saat sedang tidur. Pengorbanan yang kadang melelahkan serta memenatkan mereka namun enggan mereka ungkapkan. Dan ekspresi wajah ketika tidur pun membantu untuk mengungkap segalanya.
Tanpa kata, tanpa suara dia berkata… “betapa lelahnya.. penatnya aku hari ini”.
Dan penyebab lelah dan penat itu? Untuk siapa dia berpenat lelah Tak lain adalah KITA…..
Suami yang bekerja keras mencari nafkah, isteri yang bekerja keras mengurus dan mendidik anak, juga rumah. Kakak, adik, anak, dan sahabat yang telah menemani hari-hari suka dan duka bersama kita.
Resapilah kenangan-kenangan manis dan pahit yang pernah terjadi dengan menatap wajah-wajah mereka. Rasakanlah betapa kebahagiaan dan rasa terharu seketika menerpa jika mengingat itu semua.
Bayangkanlah apa yang akan terjadi jika esok mereka “orang-orang terkasih itu” tak lagi membuka matanya, untuk selamanya … “